Please use potrait mode
TBC di Indonesia memiliki sejarah panjang.
Jejaknya bahkan tergambar pada salah satu relief Candi Borobudur.
TBC di Indonesia diduga sudah ada sejak abad ini. Dugaan tersebut merujuk pada penemuan relief yang menggambarkan seorang bertubuh kurus sedang sakit di panel Lalitawistara.
Pada era kolonialisme Belanda, Indonesia menghadapi sejumlah masalah kesehatan, salah satunya TBC.
Di belahan dunia lain, yakni Jerman, seorang bakteriolog Robert Koch merilis penemuan soal TBC.
Pada 24 Maret 1882, Robert Koch menemukan bakteri penyebab TBC, Mycobacterium tuberculosis.
Momen itu diperingati sebagai Hari Tuberkulosis Sedunia.
Sumber: KRUIF, Paul de. Mikrobenjager. Orell Fussli, Zurich, 1927.
Centrale Vereniging Voor Tuberculose Bestrijding (CVT) didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda. Upaya ini berfokus pada pengasingan orang dengan TBC ke sanatorium untuk diberikan pengobatan berupa istirahat dan terapi diet.
Sumber: mediakom.kemkes.go.id
CVT berganti nama menjadi Stichting Centrale Vereniging tot Bestrijding (SCVT) yang membawahi biro-biro konsultasi TBC.
Ahli radiologi asal Belanda dr Van der Plaats ditunjuk sebagai pemimpin SCVT.
Upaya penanggulangan TBC semakin luas, tidak hanya untuk orang dengan TBC, tapi juga menyasar masyarakat umum.
Momen ini sekaligus menjadi awal perkembangan pulmonologi di Indonesia.
Berdiri 15 sanatorium untuk merawat orang dengan TBC paru di Pulau Jawa dan Sumatera.
Berdiri 20 consultatiebureau di Pulau Jawa. Sarana ini berfungsi sebagai penyuluh serta pusat pengobatan TBC.
Biro-biro konsultasi di bawah SCVT mengobati orang dengan TBC melalui tindakan aktif, yaitu pembedahan terapi kolaps yang bertujuan memperpendek masa perawatan.
Sumber: Troppenmuseum mediakom.kemkes.go.id
Sumber: Arsip nasional indonesia
Berdiri Balai Pemberantasan Penyakit Paru-paru (BP4) di 53 lokasi di Indonesia. Diagnosis TBC hanya berdasarkan hasil rontgen dada.
Jenderal Soedirman meninggal karena TBC.
Survei Prevalensi TBC pertama kali dilaksanakan di Kabupaten Malang dan Kota Yogyakarta. Survei ini dibantu oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO).
Berdiri Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia (PPTI).
Menteri Kesehatan RI Dr dr Achmad Sujudi membentuk Gerakan Terpadu Nasional (Gerdunas) TBC pada 24 Maret 1999. Gerakan ini menjadi cikal bakal kemitraan TBC Indonesia.
Survei prevalensi TBC secara nasional dilakukan oleh Litbangkes Depkes RI.
Survei resistensi obat TBC dilakukan pertama kali.
Penerapan Program Nasional Pengendalian TBC Resistan Obat (TBC RO).
Strategi nasional program pengendalian TBC fokus pada penyediaan layanan TBC berkualitas secara universal dengan menerapkan Jejaring Layanan Pemerintah Swasta atau Public Private Mix (PPM).
"Temukan gejala di masyarakat, obati TBC dengan tepat, dan pantau pengobatan TBC sampai sembuh."
Gerakan Bersama Menuju Eliminasi TBC yang diinisiasi Kemenkes, Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, serta didukung oleh Forum STPI, digelar. Dalam acara ini, Presiden Joko Widodo mengerahkan lintas sektor untuk mengakselerasi upaya eliminasi TBC di Indonesia.