Faktanya:
Kabar baiknya, eksplorasi telah menemukan sejumlah lapangan migas baru.
Sejak membuka mata dan mengawali hari, aktivitas manusia tak lepas dari kebutuhan energi...
Dari menyalakan lampu kamar, menggunakan ponsel, menjerang air, berkendara sehari-hari, hingga memakai alat elektronik di tempat kerja.
Semua energi itu punya asal.
Hari ini, sumber utama energi kita adalah minyak dan gas bumi (migas).
Asalnya ada di bawah tanah yang kita pijak, di dasar lautan yang kita seberangi.
Sumber migas itu harus dicari, diambil, lalu diolah, sebelum bisa kita pakai.
Minyak bumi akan diolah menjadi bahan bakar kendaraan dan mesin.
Gas bumi dipakai untuk beragam kebutuhan, mulai dari pembangkit listrik, pabrik pupuk, sampai industri seperti pengolahan produk makanan-minuman dan pembuatan keramik.
Katanya, Indonesia negara kaya minyak dan gas. Benarkah?
Padahal,
Kebutuhan minyak mentah saja di dalam negeri mencapai kira-kira
juta barrel per hari
Produksi nasional sekitar:
ribu barrel per hari
Adapun gas, pasokan domestik meningkat 9 persen per tahun sejak 2003 dan pada 2016 mencapai
billion British thermal unit per day (BBTUD).
Faktanya, tanpa ada tambahan cadangan migas baru, cadangan terbukti Indonesia tak akan memadai.
Cadangan minyak Indonesia hanya cukup untuk 12 tahun, sedangkan cadangan gas akan habis 37,8 tahun lagi.
Lalu, apakah ini pertanda bahwa kita akan kehabisan sumber energi?
Sebenarnya, Tanah Air masih memiliki potensi sumber daya migas.
Namun, selama ini belum ada penambahan besar untuk cadangan terbukti, meski jumlah lapangan migas bertambah.
Artinya, penemuan cadangan migas baru belum sebanding dengan yang telah berproduksi saat ini.
Idealnya, penemuan cadangan baru minimal sama dengan cadangan yang dipakai pada satu tahun.
Perbandingan ini disebut juga rasio perbandingan cadangan atau reserves replacement ratio (RRR).
Agar bisnis hulu migas dapat berkelanjutan, RRR minimal mencapai 100 persen.
Hal ini hanya bisa terwujud bila eksplorasi meningkat, waktu dari penemuan sumber migas baru ke produksi juga dipercepat.
EKSPLORASI: Aktivitas studi geologi, geofisika, survei seismik, dan pengeboran untuk menemukan cadangan migas baru.
Kegiatan ini memerlukan biaya besar, waktu yang lama, serta mengandung risiko dan ketidakpastian yang tinggi.
Saat ini, produksi nasional masih bergantung kepada lapangan-lapangan migas tua, seperti lapangan Duri dan Minas di Riau yang telah berproduksi sejak 1950-an.
Kegiatan eksplorasi pada wilayah kerja (WK) baru juga tidak agresif.
Dari 289 WK yang ada,
hanya 67 WK yang sudah berstatus produksi.
Meski sudah ditemukan, masih butuh waktu, tenaga, dan—terutama—dana untuk mengembangkan lapangan tersebut sampai berproduksi.
Baik untuk eksplorasi baru maupun mengembangkan cadangan yang sudah ditemukan, kita butuh investasi.
Keikutsertaan investor dan kontraktor kontrak kerja sama (KKS) adalah pembuka jalan dan membantu berlangsungnya kegiatan eksplorasi.
Masuknya investasi bukan berarti negeri kita lalu “dijajah”. Keikutsertaan investor dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKS) adalah pembuka jalan dan membantu berlangsungnya kegiatan eksplorasi.
Kontraktor KKS sendiri merupakan perusahaan migas yang melaksanakan eksplorasi dan produksi migas milik negara.
Jadi, investor dan Kontraktor KKS bukan pemilik wilayah dan cadangan migas dari hasil pencarian dan produksi mereka.
Para investor dan Kontraktor KKS terikat dengan skema kerja sama bagi hasil (production sharing contract atau PSC).Seperti apa skema itu, bisa disimak di video berikut ini:
Andai kata Indonesia adalah sebuah rumah besar, maka sektor hulu migas merupakan dapurnya.
Di sini, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) berperan sebagai pemimpin dapur. Kontraktor KKS menjadi kokinya.
Agar seluruh penghuni rumah bisa terus beraktivitas, pasokan makanan perlu terus diracik dan diproduksi.
Sebagai head chef, SKK Migas bertugas mengawasi dan memastikan semua proses di dapur negara berjalan dengan baik.
Sementara itu, Kontraktor KKS bekerja mengolah “hidangan” alias produksi energi agar bisa dinikmati oleh seluruh penghuni rumah.
PSC menjadi model perjanjian bagi hasil antara negara dan Kontraktor KKS, sekaligus memperlihatkan transparansi data terkait produksi, biaya produksi, serta penerimaan minyak dan gas.
Di saat yang sama, skema kerja sama PSC memastikan alur eksplorasi dan produksi migas Indonesia berjalan lancar sehingga memenuhi kebutuhan energi untuk negeri.
Namun, menarik investor tidak semudah itu.
Para investor butuh iklim yang kondusif untuk berinvestasi, tak terkecuali di Indonesia.
Mereka butuh:
Peraturan jelas dan pasti. Kebijakan fiskal yang memberikan insentif bagi kegiatan hulu migas, terutama pada fase eksplorasi penuh risiko.
Kerja birokrasi yang profesional dan cepat sesuai tuntutan dunia usaha. Ditambah lagi, adanya koordinasi lebih baik antar-instansi pemerintah, baik di pusat maupun daerah.
Jauh dari risiko illegal taping, pencurian pipa dan kabel, serta perusakan fasilitas operasi.
Adanya penyerdehanaan izin. Terutama, Kejelasan tata waktu dan biaya perizinan.
Dukungan masyarakat di sekitar wilayah operasi bagi kegiatan hulu migas.
Kini, bukan saatnya lagi berdebat mitos atau fakta Indonesia kaya migas. Realitanya, Indonesia butuh sumber-sumber migas baru untuk memenuhi kebutuhan energi yang berkesinambungan.
Saat ini yang dibutuhkan adalah eksplorasi dan investasi di sektor migas. Hanya dengan dukungan semua elemen bangsa, risiko krisis energi bisa diantisipasi sejak dini.
Baca juga: Hulu Migas bagi Negeri