Infrastruktur tampungan air
Penunjang Ketahanan Pangan
Memiliki luas genangan yang mencapai 7.780 hektare (ha), Bendungan Jatiluhur menjadi bendungan terbesar pertama di Indonesia, bahkan di Asia Tenggara.
Pada awalnya, Bendungan Jatiluhur dibangun untuk membendung aliran air dari Sungai Citarum. Bendungan tersebut dibuat sebagai sumber air untuk mengairi sawah seluas 240.000 ha.
Namun, seiring waktu berjalan, bendungan tersebut kian multifungsi. Saat ini, Bendungan Jatiluhur juga berfungsi sebagai pembangkit listrik tenaga air (PLTA).
Adapun waduk merupakan genangan air yang terbentuk sebagai akibat dibangunnya bendungan. Bentuknya berupa kolam penyimpanan berukuran besar.
Bendungan didefinisikan sebagai bangunan berupa urugan tanah, urugan batu, dan beton yang berfungsi untuk menahan serta menampung air sehingga terbentuk waduk. Bendungan juga memiliki fungsi yang lebih lengkap selain sebagai penahan air, yakni sebagai pembangkit listrik.
Bendungan didefinisikan sebagai bangunan berupa urugan tanah, urugan batu, dan beton yang berfungsi untuk menahan serta menampung air sehingga terbentuk waduk. Bendungan juga memiliki fungsi yang lebih lengkap selain sebagai penahan air, yakni sebagai pembangkit listrik.
Adapun waduk merupakan genangan air yang terbentuk sebagai akibat dibangunnya bendungan. Bentuknya berupa kolam penyimpanan berukuran besar.
Klik papan untuk melihat contoh
Sementara itu, bendung adalah bangunan yang dibangun melintang sungai dan sengaja dibuat untuk mengendalikan elevasi muka air. Dengan demikian, air sungai dapat disadap dan dialirkan sesuai dengan gaya gravitasi. Kelebihan air pada bendung dilimpahkan ke hilir dengan terjunan yang dilengkapi dengan kolam olak untuk meredam energi.
Pada dasarnya, perbedaan antara bendungan dan bendung terletak pada fungsi dan ukurannya. Bendungan berfungsi untuk menahan laju air sehingga membentuk waduk. Sementara itu, bendung berfungsi mengendalikan elevasi muka air. Dari segi ukuran, bendung relatif lebih kecil ketimbang bendungan.
Sementara itu, bendung adalah bangunan yang dibangun melintang sungai dan sengaja dibuat untuk mengendalikan elevasi muka air. Dengan demikian, air sungai dapat disadap dan dialirkan sesuai dengan gaya gravitasi. Kelebihan air pada bendung dilimpahkan ke hilir dengan terjunan yang dilengkapi dengan kolam olak untuk meredam energi.
Klik papan untuk melihat contoh
Lalu, embung merupakan bangunan penyimpan air yang dibangun di daerah kekurangan air atau biasanya terletak di luar alur utama sungai. Bangunan embung umum digunakan di daerah Timur Indonesia, mulai dari Pulau Bali sampai Pulau Seram di Provinsi Maluku.
Sementara itu, danau adalah wadah air di permukaan bumi dan ekosistemnya terbentuk secara alami yang sekelilingnya dibatasi oleh sempadan danau. Hal inilah yang membedakannya dengan waduk dan embung yang umumnya dibuat oleh manusia.
Klik papan untuk melihat contoh
Banyu semakin penasaran dengan bagian-bagian pada bendungan. Pasalnya, struktur dan komponen bendunganlah yang membuat bangunan ini dapat berfungsi dan bermanfaat bagi masyarakat.
Sebab itu, Banyu menyalakan drone untuk menyusuri setiap tubuh bendungan.
Bantu Banyu menyalakan drone dengan mengeklik "Engine Start"!
Melalui drone, Banyu dapat melihat berbagai komponen bendungan dengan sudut pandang eagle eye, seperti bangunan pengambilan, tubuh bendungan utama, bangunan pelimpah, serta bangunan pengelak.
Click untuk dapat melihat setiap komponen bendungan secara jelas.
Banyu melihat bahwa bendungan memiliki berbagai fungsi yang tidak banyak dipahami oleh masyarakat.
Seperti diketahui, Indonesia memiliki curah hujan yang relatif besar. Pada musim hujan, ketersediaan air melimpah. Bahkan, curah hujan yang tinggi membuat air tak mampu terserap tanah. Akibatnya, Indonesia dihadapkan pada bencana hidroklimatologi, seperti banjir.
Sebaliknya, pada musim kemarau, Indonesia harus berjibaku dengan bencana kekeringan karena sumber air mengering. Hal ini membuat masyarakat kesulitan mengakses air bersih. Sejumlah sawah pun mengalami kekeringan.
Seperti diketahui, Indonesia memiliki curah hujan yang relatif besar. Pada musim hujan, ketersediaan air melimpah. Bahkan, curah hujan yang tinggi membuat air tak mampu terserap tanah. Akibatnya, Indonesia dihadapkan pada bencana hidroklimatologi, seperti banjir.
Sebaliknya, pada musim kemarau, Indonesia harus berjibaku dengan bencana kekeringan karena sumber air mengering. Hal ini membuat masyarakat kesulitan mengakses air bersih. Sejumlah sawah pun mengalami kekeringan.