Sumber data: BP Statistical Review 2016 Sumber data: SKK Migas per Juli 2016 Sumber data: SKK Migas

Faktanya:

3,6

miliar barrel cadangan minyak terbukti
atau

0,2%

dari total cadangan minyak dunia 1.698 miliar barrel

100,3

triliun kaki kubik (TCF) cadangan gas
atau

1,5%

dari total cadangan gas dunia 6.599 TCF

Kabar baiknya,
eksplorasi telah menemukan sejumlah lapangan migas baru.

Sejak membuka mata dan mengawali hari,
aktivitas manusia tak lepas dari kebutuhan energi...

Dari menyalakan lampu kamar, menggunakan ponsel, menjerang air, berkendara sehari-hari, hingga memakai alat elektronik di tempat kerja.

Semua energi itu punya asal.

Hari ini, sumber utama energi kita adalah minyak dan gas bumi (migas).

Asalnya ada di bawah tanah yang kita pijak, di dasar lautan yang kita seberangi.

Sumber migas itu harus dicari, diambil, lalu diolah, sebelum bisa kita pakai.

Minyak bumi akan diolah menjadi bahan bakar kendaraan dan mesin.

Gas bumi dipakai untuk beragam kebutuhan, mulai dari pembangkit listrik, pabrik pupuk, sampai industri seperti pengolahan produk makanan-minuman dan pembuatan keramik.

Katanya, Indonesia negara kaya minyak dan gas. Benarkah?

Padahal,

Kebutuhan minyak mentah saja di dalam negeri mencapai kira-kira

1,6

juta barrel
per hari

Produksi nasional sekitar:

834

ribu barrel
per hari

Adapun gas, pemakaian domestik meningkat 9 persen per tahun sejak 2003 dan per Juli 2016 mencapai

4.016

billion British thermal unit per day
(BBTUD).

Faktanya,
tanpa ada tambahan cadangan migas baru, cadangan terbukti Indonesia tak akan memadai.

Cadangan minyak Indonesia hanya cukup untuk 12 tahun, sedangkan cadangan gas akan habis 37,8 tahun lagi.

Lalu, apakah ini pertanda bahwa kita akan kehabisan sumber energi?

Belum tentu!

Sebenarnya, Tanah Air masih memiliki potensi sumber daya migas.

Namun, selama ini belum ada penambahan besar untuk cadangan terbukti,
meski jumlah lapangan migas bertambah.

EKSPLORASI:
Aktivitas studi geologi, geofisika, survei seismik, dan pengeboran untuk menemukan cadangan migas baru.

Kegiatan ini memerlukan biaya besar, waktu yang lama, serta mengandung risiko dan ketidakpastian yang tinggi.

Saat ini, produksi nasional masih bergantung kepada lapangan-lapangan migas tua, seperti lapangan Duri dan Minas di Riau yang telah berproduksi sejak 1950-an.

Kegiatan eksplorasi pada wilayah kerja (WK) baru juga
tidak agresif.

Dari 289 WK
yang ada,

hanya 67 WK
yang sudah berstatus produksi.

Sumber: SKK Migas per Juni 2016

Meski sudah ditemukan, masih butuh waktu, tenaga, dan—terutama—dana untuk mengembangkan lapangan tersebut sampai berproduksi.

Baik untuk eksplorasi baru maupun mengembangkan cadangan yang sudah ditemukan, kita butuh investasi.

Keikutsertaan investor dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKS) adalah pembuka jalan dan membantu berlangsungnya kegiatan eksplorasi.

Masuknya investasi bukan berarti negeri kita lalu “dijajah”. Keikutsertaan investor dan Kontraktor KKS adalah pembuka jalan dan membantu berlangsungnya kegiatan eksplorasi.

Kontraktor KKS merupakan perusahaan migas yang melaksanakan eksplorasi dan produksi migas milik negara.

Jadi, investor dan Kontraktor KKS bukan pemilik wilayah dan cadangan migas dari hasil pencarian dan produksi mereka.

Kenapa?

Para investor dan Kontraktor KKS terikat dengan skema kerja sama bagi hasil (production sharing contract atau PSC).

Seperti apa skema itu, bisa disimak di video berikut ini:


Andai kata Indonesia adalah sebuah rumah besar,
maka sektor hulu migas merupakan dapurnya.

Di sini,
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) berperan sebagai pemimpin dapur. Kontraktor KKS menjadi kokinya.

Agar seluruh penghuni rumah bisa terus beraktivitas, pasokan makanan perlu terus diracik dan diproduksi.

Sebagai head chef, SKK Migas bertugas mengawasi dan memastikan semua proses di dapur negara berjalan dengan baik.

Sementara itu,
Kontraktor KKS bekerja mengolah “hidangan” alias produksi energi agar bisa dinikmati oleh seluruh penghuni rumah.

PSC menjadi model perjanjian bagi hasil antara negara dan Kontraktor KKS, sekaligus memperlihatkan transparansi data terkait produksi, biaya produksi, serta penerimaan minyak dan gas.

Pada saat yang sama, skema kerja sama PSC memastikan alur eksplorasi dan produksi migas Indonesia berjalan lancar sehingga memenuhi kebutuhan energi untuk negeri.

Namun, menarik investor tidak semudah itu.

Para investor butuh iklim yang kondusif untuk berinvestasi, tak terkecuali di Indonesia.

Mereka butuh:

Regulasi

Peraturan jelas dan pasti. Kebijakan fiskal yang memberikan insentif bagi kegiatan hulu migas, terutama pada fase eksplorasi penuh risiko.

Birokrasi

Kerja birokrasi yang profesional dan cepat sesuai tuntutan dunia usaha. Ditambah lagi, adanya koordinasi lebih baik antar-instansi pemerintah, baik di pusat maupun daerah.

Keamanan

Jauh dari risiko illegal taping, pencurian pipa dan kabel, serta perusakan fasilitas operasi.

Perizinan

Adanya penyerdehanaan izin. Terutama, Kejelasan tata waktu dan biaya perizinan.

Sosial

Dukungan masyarakat di sekitar wilayah operasi bagi kegiatan hulu migas.

Kini, bukan saatnya lagi berdebat mitos atau fakta Indonesia kaya migas. Realitanya, Indonesia butuh sumber-sumber migas baru untuk memenuhi kebutuhan energi yang berkesinambungan.

Saat ini yang dibutuhkan adalah eksplorasi dan investasi di sektor migas. Hanya dengan dukungan semua elemen bangsa, risiko krisis energi bisa diantisipasi sejak dini.

Produser

  • Palupi Annisa Auliani

Naskah

  • Anne Anggraeni
  • Palupi Annisa Auliani

Kreatif

  • Daniel Malau
  • Firman Setiawan
  • Lidwina Maharrini
  • Ragil Hadianto

Video

  • Getar Jagatraya
  • Christina Levina
  • Ardhira Anugrah Putra
  • Aditya Prabaswara
  • Skolastika Lupitawina