Loading
Di tengah kemarau dunia olahraga nasional, mereka hadir menyejukkan dengan sejumlah prestasi
Coba lihat luas wilayah republik ini. Menurut worldatlas.com luas wilayah Indonesia adalah 1.904.569 kilometer (KM) persegi. Dengan luas sebesar itu, negeri ini masuk dalam 15 negara terluas di dunia.
Dari jumlah penduduk, bersama China, India, dan Amerika Serikat, Indonesia masuk dalam jajaran empat besar negara berpopulasi terbesar di dunia. Berdasarkan data worldometers.info, total penduduk negeri ini pada 2017 mencapai 263,9 juta jiwa.
Dengan modal seperti itu seharusnya, dalam dunia olahraga, Indonesia bisa menghasilkan banyak atlet kelas dunia. Hanya dengan cara itu, Indonesia bisa berbicara dalam ajang multi-event olahraga Internasional.
Namun, kenyataan berkata lain. Selain cabang olahraga bulu tangkis, angkat besi, dan wushu (baru-baru ini), atlet-atlet Indonesia susah untuk berbicara banyak soal prestasi pada ajang gelaran multi-event olahraga level dunia.
Hal ini bisa dilihat dalam capaian kontingen Indonesia di ajang pesta olahraga antarnegara di dunia atau olimpiade. Dari 15 kali keikutsertaannya, republik ini baru mengumpulkan medal emas (7), perak (13), dan perunggu (12).
Nah, untuk level Asia, pencapaian tertinggi Indonesia ada pada event olahraga negara-negara se-Asia (Asian Games) di Jakarta tahun 1962. Saat itu, kontingan Indonesia berhasil menempati posisi kedua dalam tabel perolehan medali dengan mengumpulkan 49 medali dari emas (11), perak (10), dan perunggu (28).
Namun, setelah itu ranking Indonesia pada Asian Games berikutnya malah menurun. Bahkan pada Asian Games di Tehran, Iran pada 1974 Indonesia hanya meraih total 11 medali.
Mirisnya, penurunan prestasi itu juga terjadi pada level Asia Tenggara. Capaian para atlet Indonesia dalam pesta olahraga antarnegara Asia Tenggara atau SEA Games berjalan mundur.
Termutakhir pada SEA Games, Kuala Lumpur, Malaysia, 2017. Pada event dua tahunan itu kontingan Indonesia hanya mampu bertengger di peringkat ke-5 dengan perolehan medali emas (38), perak (64), dan perunggu (90).
Hasil tersebut pun menjadi capaian terburuk Indonesia selama mengikuti SEA Games. Padahal, pada era 1977 -1997 negeri ini mampu menjadi juara umum SEA Games sebanyak 9 kali.
Nah, di tengah minimnya prestasi pada ajang olahraga level regional dan dunia, kejutan malah datang dari atlet-atlet yang punya keterbatasan fisik atau biasa disebut penyandang disabilitas. Mereka berhasil membawa Indonesia sebagai juara umum ASEAN Para Games , Kuala Lumpur, Malaysia, 2017.
ASEAN Para Games adalah pesta olahraga antar antarnegara di Asia Tenggara khusus untuk atlet disabilitas. Event ini biasanya diadakan setelah pelaksanaan SEA Games selesai.
Indonesia pun berhasil mengangkangi tuan rumah Malaysia yang berada di peringkat kedua. Kontingan Garuda disabilitas mampu menempati urutan teratas setelah mendapatkan 126 medali emas, 75 perak, dan, 50 perunggu, sementara Malaysia 90 emas, 85 perak, dan 83 perunggu.
Tak cuma menyandang predikat juara umum, kontingen Indonesia juga mampu memecahkan banyak rekor ASEAN Para Games. Beberapa atlet disabilitas bahkan menorehkan dua rekor atau lebih.
18 atlet
40.48
01:03.60
39.38
44.30
01:12.30
48.49
Women 50 M Freestyle S5
Men 100M Backstroke S14
Women 50M Breaststroke SB14
Laura Aurelia Dinda
Muhammad Bejita
Lince Suebu
4 atlet
96 kg
81 kg
95 kg
77 kg
70 kg
80 kg
Women 45 kg
Women 61 kg
Women 86 kg
Ni Nengah Widiasih
Yuliana Lili
Ni Nengah Widiasih
18 atlet
11.76
4.19
11.03
12.01
3.39
9.62
Men 100M T38
Women Long Jump T44
Women Shot Put F20
Sapto Yogo Purnomo
Karisma Evi Tiaran
Suparni Yati
Total ada 36 rekor dari tiga cabang olahraga, yakni angkat besi, renang, dan atletik yang berhasil diperbaharui atlet paralimpik nasional.
Namun, capaian prestasi atlet-atlet penyandang disabilitas itu bukanlah didapat dengan cara mudah dan instan. Butuh usaha, dan kerja keras melebih atlet normal pada umumnya, serta dukungan dari semua pihak untuk mewujudkanya.
Ini karena menjadi seorang disabilitas memiliki banyak keterbatasan sehingga menghambat mobilitas mereka dalam beraktivitas. Hambatan lain datang juga dari mentalitas diri sendiri dan perlakuan lingkungan di sekitar.
Sering kali para penyandang disabilitas memiliki rasa percaya diri rendah akibat sering dianggap tidak berguna di masyarakat. Lebih dari itu, mereka sendiri sering menganggap dirinya hanya merepotkan orang-orang di sekitarnya.
Benjamin Lahey dalam Psychology: An Introduction, 2004, menulis bahwa individu yang mengalami kecacatan mempunyai pandangan negatif terhadap kondisi cacatnya, dan menjadi subjek stereotype prejudice dan limitation. Jadi baik masyarakat dan penyandang disabilitas menganggap mereka adalah kelompok yang buruk atau stereotype prejudice dan punya keterbatasan atau limitation.
Maka dari itu, penyandang disabilitas memerlukan dukungan secara psikis dari orang terdekat maupun masyarakat di sekitar. Dengan begitu, mereka bisa menerima kondisi fisiknya dan siap menghadapi lingkungan sekitar sehingga mulai berani untuk menunjukkan potensi yang ada dirinya.
Nah, pencapaian atlet-atlet penyandang disabilitas Indonesia pada ASEAN Para Games 2017 merupakan hasil dari adanya psychological well being positif dari diri kaum penyandang disabilitas untuk menunjukkan potensi dirinya.
Psychological well being adalah kemampuan seseorang menerima diri sendiri dan masa lalunya. Carol D Ryff dan Burton H Singer dalam Journal of Happines Studies 2008 mengatakan bahwa ada dua tipe psychological well being dalam diri seseorang.
Pertama psychological well being rendah, yang membuat seseorang pasrah dengan keadaan. Kedua psychological well being positif, yang menjadikan orang ingin memperbaiki keadaan hidupnya.
Berbagai dukungan, dari keluarga, teman, dan lingkungan sekitarnya itulah yang membuat penyandang penyandang disabilitas menjadi punya semangat sehingga mempunyai psychological well being positif.
Selain peran dan dukungan dari keluarga terdekat, keberhasilan atlet disabilitas untuk berprestasi juga sangat dipengaruhi oleh peran pelatih. Ini karena melatih atlet disabilitas berbeda jauh dengna melatih atlet normal pada umum.
Bagi pelatih mana pun, menangani atlet dengan keterbatasan fisik bukanlah perkara mudah. Butuh kesabaran ekstra agar halangan dan rintangan dalam latihan bisa dihadapi sehingga dapat meningkatkan semangat kompetitif para anak didiknya.
Itu baru dari segi keterbatasan fisik, bagaimana dengan atlet yang memiliki keterbelakangan mental. Pada artikel Kompas.com Kamis(24/10/2017), berjudul “Tantangan Besar Seorang Pelatih dalam Menangani Atlet Paralimpiade,” dijelaskan bahwa melatih atlet dengan kondisi tersebut sangatlah sulit terlebih bila suasana hatinya atau mood mereka sedang buruk.
Kalau sudah dalam kondisi seperti itu, pelatih tidak bisa meneruskan latihan. Pun, di tengah-tengah kejuaraan, jika sang atlet menyatakan tak mau bertanding lantaran mood mendadak berubah, maka si atlet tak bisa dipaksa untuk berlaga.
Oleh karena itu, selain kemampuan melatih, kesabaran seorang pelatih memegang peranan penting dalam membina atlet penyandang disabilitas. Lebih dari itu, pelatih juga harus bisa memahami dan mengerti kepribadian si atlet.
Untuk menjawab hal itu Kompas.com menemui beberapa pelatih penyandang disabilitas yang sedang mengikuti kejuaraan nasional atau kejurnas National Paralympic Commite(NPC) Indonesia di Gelanggang Olahraga (GOR) Pajajaran, Bandung, Selasa(22/11/2017) dan mewawancarainya melalui sambungan telepon beberapa hari kemudian.
Didit Permadi, pemuda asal Kota Solo yang kini menjadi pelatih renang NPC Jawa Tengah, mengatakan melatih atlet penyandang disabilitas memerlukan pendekatan khusus. Terlebih pada mereka yang mengalami keterbelakangan mental atau tunagrahita.
"Saya harus melakukan pendekatan secara emosional agar lebih dekat dan mengerti mereka. Ibarat kata melatih atlet disabilitas itu sama seperti punya pacar dua dan yang kedua itu adalah si atlet," ujar Didit.
Amin Alwahchijh, pelatih atletik NPC Jawa Timur, mengatakan bahwa melatih atlet penyandang disabilitas perlu kesabaran.
"Mesti mendapatkan hati dan kepercayaan mereka dahulu. Selain itu saya enggak boleh bohong. Kalau ketahuan bohong mereka sudah tidak percaya dan enggak mau latihan lagi," ujar pria yang dahulu juga adalah atlet penyandang disabilitas lari klasifikasi T47 (salah satu tangan cacat di bawah siku).
Senada dengan Amin, Winarno, asisten pelatih atletik NPC Jawa Tengah, mengatakan bahwa kesabaran memang menjadi kunci keberhasilan melatih atlet penyandang disabilitas.
"Arahan harus diberikan secara jelas, sambil mencontohkan gerakannya. Saya juga harus melakukan pendekatan personal, memberi motivasi, memperlakukan mereka sebagai teman, tetapi tidak memanjakan," ujarnya.
Mamud, pelatih lari NPC Jawa Barat yang juga mantan atlet lari penyandang disabilitas kategori T12, menyatakan bahwa atlet penyandang disabilitas perlu bimbingan khusus.
"Pelatih penyandang disabilitas tidak hanya memberikan program latihan tetapi membimbing dan memeragakan gerakan dalam pemanasan dan latihan kepada mereka. Contohnya untuk melatih atlet penyandang disabilitas tunarungu dan wicara, saya benar-benar harus memeragakan semua gerakan sama seperti melatih anak kecil,“ katanya.
Intinya, harus ada kedekatan emosional yang kuat antara pelatih dan atlet penyandang disabilitas. Hal ini akan memberikan dampak positif selama proses latihan berlangsung.
Kini usai berhasil membuktikan diri menjadi yang terbaik di gelaran ASEAN Para Games 2017, para atlet penyandang disabilitas Indonesia sudah dinanti event dengan level yang lebih tinggi, yaitu Asian Para Games 2018.
Pesta olahraga antarnegara se-Asia khusus untuk atlet berkebutuhan khusus itu akan berlangsung di Jakarta pada 6-13 Oktober 2018.
Gelaran olahraga ini akan menjadi Asian Para Games ketiga , setelah yang pertama berlangsung di Guangzhou, China (2010), dan kedua di Icheon, Korea Selatan (2014).
Pada gelaran pertama, kontingan Indonesia berhasil mengumpulkan 11 medali dengan rincian, emas (1), perak (5), dan perunggu (5).
Adapun pada Asian Para Games di Icheon, atlet-atlet disabilitas tanah air mampu mengumpulkan total 39 medali, yang terdiri dari emas (9), perak (11), dan perunggu (18) serta berada pada peringkat ke-9 dalam klasemen akhir perolehan medali.
Dengan modal juara umum ASEAN Para Games 2017, kontingan Indonesia percaya bisa memperbaiki prestasinya di level Asia. Hal ini yakini Ketua Umum Komite Paralimpiade Nasional (NPC) Indonesia Senny Marbun.
Dia optimistis sebagai tuan rumah, kontingan Indonesia bakal mampu memperbaiki posisi dari sebelumnya peringkat ke-sembilan di Asian Para Games Incheon 2014.
”Harapannya naik ke ke-delapan atau ke-tujuh,” kata Senny seperti dimuat Kompas pada Senin(25/9/2017).
Keyakinan serupa disampaikan pula Pelatih atletik Abdul Aziz. Dia yakin atlet-atlet penyandang disabilitas muda atletik mampu bersaing di tingkat Asia karena mampu membukukan waktu mendekati rekor Asia.
Dia lalu mencontohkan, pelari cepat Nur Feri Pradana (21), yang meraih empat emas di Kuala Lumpur, diprediksi mampu bersaing di nomor 100 meter(m) dan 400 m pada Asian Para Games 2018.
Nur Feri Pradana sendiri mengatakan siap berlatih lebih keras untuk memperbaiki catatan waktunya jelang Asian Para Games. Di nomor 400 m ASEAN Para Games, Ferry membukukan waktu 50,49 detik, sementara di nomor 100 m 11,14 detik.
Namun, agar kompetitif di Asian Para Games dia harus mempertajamnya menjadi 49 detik pada nomor 400 m dan 10 detik pada nomor 100 m. ”Rekor Asia di angka 10 detik. Saya harus mendekati itu,” kata Ferry.
Nah, kalau para atlet disabilitas berlatih giat untuk mengarumkan nama bangsa pada level Asia, maka kita sudah sepatutnya memberikan dukungan penuh kepada mereka.
Dengan begitu, tidak lagi ada kesan dan pikiran bahwa ajang Asian Para Games adalah gelaran olahraga kelas dua. Dukungan itu akan mendorong semangat mereka menjadi berlipat ganda sehingga bisa membawa dampak positif pada pertandingan nanti.
Kalau sudah begitu, kesempatan agar lagu Indonesia Raya senantiasa berkumandang dan Sang Saka Merah Putih berkibar di level Asia bukanlah mimpi yang tak bisa diraih. Semangat peyandang disabilitas menuju kejayaan Indonesia!
“Indonesia tidak pernah bisa membayar pelatih dari luar negeri karena semangat juang kamilah yang mampu mengalahkan musuh-musuh kami,”
– Senny Marbun,
Ketua National Paralympic Commitee (NPC)